Senin, 15 April 2013

SEJARAH DESA SIDAWANGI, MATANGAJI, KUBANG DAN SARWADADI, CIREBON



Setelah Banten dan Sunda Kelapa dikuasai Belanda, kira-kira abad XVII, belanda datang ke Cirebon untuk membujuk Sultan Cirebon bekerjasama dalam segala bidang.

Sultan Syaifudin tidak mau bekerjasama dengan penjajah. Oleh karena desakan dan tekanan Belanda, Sultan Syaefudin bersama beberapa tokoh lainnya secara diam-diam meninggalkan Keraton Cirebon pergi ke daerah pedalaman yang sulit diketahui Belanda. Sultan Syaefudin beserta rombongan menuju daerah Sumber, babakan sampai ke yang sekarang disebut Sidawangi.

Ketik sampai di suatu daerah, maka mereka berhenti beberapa waktu untuk melepas haus dan dahaga. Tempat peristirahatan itu sekarang disebut kampung atau blok Capar artinya capai dan lapar.
Setelah melepas lelah Sultan Syaefudin meneruskan perjalanan menuju Bukit Pasir Anjing untuk mencari tempat lebih aman. Dilereng bukit pasir anjing beliau mendirikan Pesantren, yang hingga sekarang disebut Blok Pesantren.

Setelah berdiri pesantren, daerah ini menjadi harum ( Wangi ), banyak orang berdatangan untuk belajar mengaji, selanjutnya daerah ini terkenal dengan nama Desa Sidawangi. Sida artinya jadi, Wangi artinya harum.

Karena Desa Sidawangi letaknya dipinggir jalan yang mudah dijangkau oleh Belanda, Sultan Syaefudin merasa tidak aman. Akhirnya sepakat untuk meninggalkan Desa Sidawangi untuk tempat yang lebih aman dengan menyusuri hutan ke sebelah barat hingga sampai ke suatu daerah yang sekarang disebut Desa Matangaji. Oleh karena daerah ini dipandang aman, segeralah dibuat sebuah pesanggrahan kecil tempat beristirahat. Tempat itu sekarang disebut Blok Pedaleman, artinya tempat istirahat para dalem atau orang keraton antara lain Sultan.

Didaerah ini juga didirikan pesantren yang santrinya berdatangan dari berbagai pelosok. Kepada santrinya beliau menganjurkan apabila belajar mengaji jangan tanggung-tanggung, harus sampai matang, dan menggunakan mata hati. Itulah sebabnya hingga sekarang daerah ini dinamakan Desa Matangaji.

Sultan Syaefudin mempunyai seorang puteri bernama Nyi Mas Pandang kuning yang dinikahkan dengan Sutajaya putra Ki Gede Pekandangan. Sutajaya adalah orang yang diselamatkan dari keganasan keris Si Naga Runting ketika melaksanakan piket di Gedung Silara Denok Kesultanan Cirebon. Ia memiliki Keris Si Kober yang dapat mengalahkan keris Si Naga Runting. Semenjak itu semua orang yang piket di Gedung Silara Denok aman dan terhindr dari keganasan Si Naga Runting.

Karena Sutajaya memilik keberanian dan kesaktian, Sultan Syaefudin menugaskan kepadanya untuk menebang hutan gebang yang sangat angker untuk dijadikan keraton sebagai benteng kekuatan Kesultanan Cirebon disebelah timur.

Sutajaya berangkat kesebelah timur melewati Desa Sidawangi menyebrangi sungai Cipager, melintasi hutan bukit-bukit jurangyang curam serta melewati kubangan-kubangan binatang besar sehingga menambah sulit perjalanan. Oleh karenanya daerah itu dinamakan Desa Kubang, dari kata Kubanggana ( Bhs. Sunda )yang artinya jalan yang dilalui sangat sulit oleh karena banyak kubangan (berlobang-lobang).

Perjalanan diteruskan, melewati suatu daerah yang subur. Menyaksikan kesuburan daerah ini Sutajaya menghentikan sementara perjalanannya untuk membuka lahan pertanian dengan menanam berbagai macam tanaman palawija seperti kacang-kacangan, sayur-sayuran, dll. Yang ternyata tanamannya tumbuh dengan subur dan hasil panennya sangat memuaskan, seolah-olah menanam tanaman apa saja di daerah ini serba jadi. Dengan demikian hingga sekarang daerah ini dinamakan Desa Sarwadadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar