Setelah Banten dan Sunda Kelapa dikuasai Belanda, kira-kira abad XVII,
belanda datang ke Cirebon untuk membujuk Sultan Cirebon bekerjasama
dalam segala bidang.
Sultan Syaifudin tidak mau bekerjasama
dengan penjajah. Oleh karena desakan dan tekanan Belanda, Sultan
Syaefudin bersama beberapa tokoh lainnya secara diam-diam meninggalkan
Keraton Cirebon pergi ke daerah pedalaman yang sulit diketahui Belanda.
Sultan Syaefudin beserta rombongan menuju daerah Sumber, babakan sampai
ke yang sekarang disebut Sidawangi.
Ketik sampai di suatu
daerah, maka mereka berhenti beberapa waktu untuk melepas haus dan
dahaga. Tempat peristirahatan itu sekarang disebut kampung atau blok
Capar artinya capai dan lapar.
Setelah melepas lelah Sultan
Syaefudin meneruskan perjalanan menuju Bukit Pasir Anjing untuk mencari
tempat lebih aman. Dilereng bukit pasir anjing beliau mendirikan
Pesantren, yang hingga sekarang disebut Blok Pesantren.
Setelah
berdiri pesantren, daerah ini menjadi harum ( Wangi ), banyak orang
berdatangan untuk belajar mengaji, selanjutnya daerah ini terkenal
dengan nama Desa Sidawangi. Sida artinya jadi, Wangi artinya harum.
Karena Desa Sidawangi letaknya dipinggir jalan yang mudah dijangkau
oleh Belanda, Sultan Syaefudin merasa tidak aman. Akhirnya sepakat untuk
meninggalkan Desa Sidawangi untuk tempat yang lebih aman dengan
menyusuri hutan ke sebelah barat hingga sampai ke suatu daerah yang
sekarang disebut Desa Matangaji. Oleh karena daerah ini dipandang aman,
segeralah dibuat sebuah pesanggrahan kecil tempat beristirahat. Tempat
itu sekarang disebut Blok Pedaleman, artinya tempat istirahat para dalem
atau orang keraton antara lain Sultan.
Didaerah ini juga
didirikan pesantren yang santrinya berdatangan dari berbagai pelosok.
Kepada santrinya beliau menganjurkan apabila belajar mengaji jangan
tanggung-tanggung, harus sampai matang, dan menggunakan mata hati.
Itulah sebabnya hingga sekarang daerah ini dinamakan Desa Matangaji.
Sultan Syaefudin mempunyai seorang puteri bernama Nyi Mas Pandang
kuning yang dinikahkan dengan Sutajaya putra Ki Gede Pekandangan.
Sutajaya adalah orang yang diselamatkan dari keganasan keris Si Naga
Runting ketika melaksanakan piket di Gedung Silara Denok Kesultanan
Cirebon. Ia memiliki Keris Si Kober yang dapat mengalahkan keris Si Naga
Runting. Semenjak itu semua orang yang piket di Gedung Silara Denok
aman dan terhindr dari keganasan Si Naga Runting.
Karena
Sutajaya memilik keberanian dan kesaktian, Sultan Syaefudin menugaskan
kepadanya untuk menebang hutan gebang yang sangat angker untuk dijadikan
keraton sebagai benteng kekuatan Kesultanan Cirebon disebelah timur.
Sutajaya berangkat kesebelah timur melewati Desa Sidawangi menyebrangi
sungai Cipager, melintasi hutan bukit-bukit jurangyang curam serta
melewati kubangan-kubangan binatang besar sehingga menambah sulit
perjalanan. Oleh karenanya daerah itu dinamakan Desa Kubang, dari kata
Kubanggana ( Bhs. Sunda )yang artinya jalan yang dilalui sangat sulit
oleh karena banyak kubangan (berlobang-lobang).
Perjalanan
diteruskan, melewati suatu daerah yang subur. Menyaksikan kesuburan
daerah ini Sutajaya menghentikan sementara perjalanannya untuk membuka
lahan pertanian dengan menanam berbagai macam tanaman palawija seperti
kacang-kacangan, sayur-sayuran, dll. Yang ternyata tanamannya tumbuh
dengan subur dan hasil panennya sangat memuaskan, seolah-olah menanam
tanaman apa saja di daerah ini serba jadi. Dengan demikian hingga
sekarang daerah ini dinamakan Desa Sarwadadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar