Muludan
Muludan
artinya merayakan mulud yang berasal dari bahasa arab Maulid yang
artinya kelahiran. Bulan ini adalah kelahiran Kanjeng Rasulullah
Muhammad saw pada tanggal 12 Robi'ul Awal. Bulan Mulud adalah bulan ke
tiga dalam perhitungan kalender Islam Jawa. Di bulan ini biasanya ramai
terutama di pusat pemerintahan dijaman Kasultanan Cirebon.
Seperti
di kraton-kraton lainnya di tanah Jawa, di Cirebon juga diadakan acara
yang dinamakan Grebeg Mulud yang lebih dikenal dengan sebutan "Panjang
Djimat". Acara ini diadakan oleh tiga Keraton, yaitu Kasepuhan ,
Kanoman, Kacirebonan pada tepat tgl 12 Mulud. Acara ini cukup cukup
menarik perhatian masyarakat terutama masyarakat di sekitar kota
Cirebon.
Suasana acara Panjang Djimat seolah-olah melambangkan
kehamilan dan kelahiran yang di ekspresikan dengan simbol-simbol.
Kelahiran dari Rasulullah Muhammas saw. Prosesi Panjang Djimat diawali
dari Keraton yang nantinya diiringi iring-ringan yang membawa Panjang
Djimat dan beberapa pusaka dari Bangsal Agung Panembahan ke Langgar
Agung pada tepat pukul Sembilan malam dan kemabli pukul sebelas ke
Bangsal Agung Panembahan. Di Langgar Agung sebelum kembali ke Bangsal
Agung diadakan acara Aysraqalan yang di pimpin oleh Penghulu Keraton.
Sega Rasul (Panjang Rasul) kemudian akan di bagikan kepada yang hadir
disitu dan biasanya orang-orang akan berebutan untuk mengambil bagian
walaupun hanya sedikit, yang mereka yakin mengandung Barakah. Persiapan
semua prosesi dimulai dari hari ke limabelas bulan Sura dengan
membersihkan beberapa bagian Keraton dan pusaka-pusaka yang di lakukan
oleh para abdi dalem (orang-orang yang mengabdi ke keratin tanpa di
bayar).
Panjang Djimat sendiri berupa piring lodor besar buatan
china yang berdekorasi Kalimat Syahadat bertulisakan huruf Arab yang
diyakini dibawa langsung oleh Sunan Gunung Djati. Sebanarnya acara
panajng djimat ini sendiri hanya mengingatkan kita bahwa Panjang Djimat
berarti; Panjang berarti dawa (panjang) tak berujung, Djimat berarti Si
(ji) kang diru (mat). Artinya tulisan Syahadat yang tertulis di piring
tersebut supaya selalu kita pegang selamanya sebagai umat muslim hingga
akhir hayat.
Iring-iringan itu sendiri pada dasarnya melambangkan
moment kelahiran Nabi Muhammad saw. Dianataranya ada 19 bagian penting
dalam iring-iringan tersebut. Satu bagian diikuti oleh bagian lainnya
dan masing-masing bagian ada seorang yang membawa lilin-lilin. Pertama
seorang pria yang membawa sebatang lilin di tangannya yang berperan
sebagai pelayan (Khadam) berjalan memberikan cahaya ke bagian kedua
diikuti dua orang pria. Salah seorang pria membawa sesuatu yang
menggambarkan sosok Abu Thalib (paman Rasul) dan pria kedua
menggambarkan Abdul Al0Muthalib (kakek Rasul). Mereka berjalan di malam
hari untuk di berikan ke midwife. Selanjutnya ada salah satu grup pria
yang membawa dekorasi yang di sebut Manggaran, Nagan dan Jantungan yang
melambangkan kebaikan Abdul Al-Muthalib, Seorang wanita membawa Bokor
Kuningan yang terisi dengan koin-koin didalamnya yang melambangkan sifat
ibu Rasul, selanjutnya diikuti seorang wanita yang membawa nampan yang
terdiri dari botol berisi Lenga Mawar (distilasi bunga mawar) yang
melambangkan Air Ketuban. Sebuah nampan yangh terdiri dari kembaang
Goyah, Obat tradisonal melambangkan Plasenta. Penghulu Keraton bertindak
seolah-olah memotong ari-ari.
Selanjutnya inti dari Panjang
Djimat tersbut terdiri dari dua belas acara yang melambangkan 12 Rabi'ul
Awwal atau Mulud yang merupakan hari kelahiran Rasulullah yang misinya
membawa Kalimat Syahadat. Masing-masing piring dibawa oelh dua orang
yang di iringi dua orang pengawal, semua yang membawa piring-piring
tersebut di biasa dipanggil Kaum Masjid Agung, Panjang Djimat adalah
tujuh angka penting. Kalimah Syahadat membawa setiap orang untuk
menuntun ke tujuh tingkatan atau di Cirebon dikenal dengan Martabat Pitu
yang merupakan doktrin dari tarek Syattariyah. Kembali ke prosesi ada
dua orang pria yang membawa sejenis termos yang berisi bir untuk
mengumpulkan darah setelah melahirkan, diikuti dua orang pria yang
masing-masing membawa nampan dengan botol yang berisi jenis bir yang
lain yang melambangkan kotoran saat melahirkan. Sebuah pendil yang
berisi Sega Wuduk (nasi uduk) di bawa oleh seorang pria yang
melambangkan betapa susahnya saaat melahirkan. Selanjtnya diikuti dengan
Nasi Tumpeng dengan bekakak ayam yang di sebut dengan Sega Jeneng yang
melambangkan Syukuran (Selametan) lahirnya seorang bayi. Selametan pada
saat di berikan nya nama untuk seorang bayi yang biasanya pada saat
ari-ari sang bayi mongering dan lepas (Puput). Tiga bagian terakhir
pertama adalah delapan Cepon (wadah yang terbuat dari bambu) yang
melambangkan delapan sifat Rasul. Empat sifat pertama adalah Sidiq
(Cerdas), Amanah (Dipercaya), Tabligh (Menyampaikan), Fathonah(pintar),
kempat sifat ini disebut sifat Wajib yang dimiliki Rasul. Dan keempat
lainnya adalah sifat yang tidak dimiliki oleh Rasul yaitu Kidzib,
Khianat, Kitman dan Baladah. Masing-masing Cepon penuh dengan beras yang
menandakan Kemakmuran dan Yang Maha Kuasa memberikan naungan keseluruh
alam (Rahmatan lil-'Alamin). Selanjutnya diikuti empat buah Meron atau
Tenong (wadah besar bebentuk bundar) menandakan manusia terdiri dari
empat elemen, Tanah, Air, Udara dan Api. Ada sumber yang mengatakan
bahwa keempatnya adalah empat sahabat kalifah Abu Bakr, Umar, Ustman dan
Ali. Selanjutnya diakhiri dengan empat Dongdang (wadah besar) yang
melambangkan spiritual manusia yang terdiri dari Ruh, Kalam, Nur dan
Syuhud yang nenandakan Keagungan Tuhan. Ada juga yang mengatakan
keempat-empatnya adalah melambangkan empat Madzhab: Maliki, Syafi'I,
Hanafi dan Hanbali.
Beberapa daerah juga merayakan acara
Muludan ini dengan prosesi yang berbeda, akan tetapi biasanya acara
membersihkan pusaka yang disaksikan oleh khalayak ramai seperti di
Astana Gunung Djati pada tanggal 11, di Desa Panguragan pada tanggal 12,
di desa Tuk pada tanggal 17 dan desa Trusmi pada tanggal 25 di bulan
Maulud ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar